Pada tahun ini, telah sampai kepadaku lebih dari 400 SMS berkenaan dengan
datangnya bulan Ramadhan. SMS itu dari keluarga, kerabat, dan rekan, baik dari
Saudi, negeri-negeri Arab, maupun negeri-negeri Islam lainnya, khususnya dari
saudara-saudaraku para da’i di Indonesia. Mudah-mudahan Allah Ta’ala membalas
mereka semua dengan kebaikan atas hubungan dan do’a mereka untukku pada bulan
yang penuh berkah tersebut.
Hanya saja ada sebuah SMS yang mengejutkan dan menggoncangkan kesedihan,
dan perasaanku. SMS itu sempat membuat pikiranku bimbang, yang kemudian membuat
kedua mataku menangis. SMS itu berasal dari teman lama. Dia termasuk
sebaik-baik teman yang aku bangga mengenalnya. Namun permasalahannya, temanku
ini telah wafat enam tahun lalu karena sebuah kecelakaan mobil.
Aku terus menyimpan nomor HP-nya di HP-ku. Setiap kali aku putuskan untuk
menghapus nomornya, jiwaku tidak terima. Maka akupun membiarkan nomor tersebut
sebagai sebab do’aku untuknya agar diberi rahmat Allah Ta’ala setiap kali aku
melihat namanya.
Tiba-tiba, pada suatu malam di bulan Ramadhan tahun ini -enam tahun sesudah
wafatnya- sebuah SMS datang dari nomor yang sama miliknya. Begitu melihat nomor
tersebut aku langsung terperanjat, campur perasaan aneh dan “takut”… serta
perasaan-perasaan yang aku tidak bisa menjelaskannya untuk para pembaca yang
budiman, hingga membuatku ragu untuk membukanya. Akan tetapi, karena penasaran
maka pada akhirnya aku membuka dan mulai membaca SMS tersebut.
Di dalam SMS tersebut kudapati ucapan:
“Paman Mamduh yang mulia,
saya Ahmad, putra saudara paman ‘Athiyah, saya menyimpan HP ayah hingga saya
besar. Saya ucapkan selamat dan do’a keberkahan bagi setiap teman-teman ayah.
Mudah-mudahan paman senantiasa dalam kebaikan sepanjang tahun. Bulan keberkahan
atas kita dan atas paman, mudah-mudahan paman berada dalam kebaikan sepanjang
tahun.”
Sungguh, kedua matakupun berlinangan air mata karena bocah kecil ini,
ayahnya telah meninggal saat dia berusia 4 tahun, dan sekarang dia telah
berusia 10 tahun. Bocah kecil ini telah mengajariku bagaimana seharusnya
menyambung hubungan? Bagaimana cara berbuat baik? Dan bagaimana melanggengkan
rasa cinta?
Bocah kecil ini membuat aku mengingat teman-teman pamanku yang telah
merawatku. Akupun bergegas untuk pergi menjenguk mereka yang tersisa satu
persatu, termasuk bocah kecil tersebut.
Temanku tersebut telah menikah dengan seorang wanita shalihah, yang
kemudian melahirkan bocah laki-laki tersebut. Kemudian wanita tersebut
mendidiknya dengan baik, menyimpan HP suami dan nomor teman-temannya hingga
putranya besar, dan berkata kepada puteranya: “Sambunglah teman-teman ayahmu.”
Betapa mulianya istri tersebut, dan betapa baiknya anak tersebut. Aku
memohon kepada Allah agar memberinya taufik, menjaga agama dan dunianya,
mudah-mudahan Allah Ta’ala mengampuni kita semua dan orang-orang yang telah
meninggal mendahului kita.
Dikisahkan bahwa seorang dari bani Salimah datang kepada Nabi lalu berkata:
Wahai Rasulullah, apakah masih tersisa perbuatan birrul walidain yang harus
saya lakukan setelah kedua orang tuaku meninggal dunia? Nabi bersabda:
نَعَمْ الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِيفَاءٌ بِعُهُودِهِمَا مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا
“Benar: berdoa kepada keduanya, memohonkan ampun untuk
keduanya, menjalankan wasiat-wasiatnya sepeninggalnya, dan memuliakan sahabat
keduanya dan menyambung kerabat yang tidak disambung kecuali dengan keduanya.”
(HR. Ibnu Majah).
Oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi